Kamis, 11 Mei 2017

Ikan Kecil yang (Mencoba) Mengarungi Samudera



Sesaat setelah ade dan ade ipar gw dateng,
gw wa sama ade ipar. Kejadian itu di bulan Oktober tahun lalu.

Melihat kehidupan orang-orang di negara maju, sudah ngebuat gw iri banget. Mereka punya sistem tatanan kehidupan individualis tapi mengedepankan toleransi. Akhirnya dengan sikap asal ngomong ala gw, gw utarakan ide gila gw yang sudah nyaris gw kubur selama 3 tahun. Gw bilang sama ade ipar gw, kayanya gw mao lanjutin pendidikan gw di Jerman deh. Dia malah komen sebaliknya, kenapa harus Jerman dan kenapa ngga Austria. Setelah gw tanya2 sama ade gw dan kakak sepupu yang sudah lebih dahulu tinggal di sana, akhirnya mereka tetap menyarankan untuk tetap memilih Jerman.

Berselang satu bulan sambil terus memantapkan hati meninggalkan Indonesia, kakak sepupu yang tinggal di Belanda datang berkunjung ke Indonesia. Satu pertanyaan menohok dari Om gw yang sudah lama tinggal di Belanda tentang tanah airnya. "Kenapa wajah Indonesia sekarang muram? Kenapa dengan Gubernur itu sehingga mereka mau membunuhnya? Kenapa dengan perkembangan baju sekarang seperti meniru orang timur tengah? Pertanyaan dari om gw ini yang membuat gw juga bingung menjawabnya. Gw cuma melontarkan satu statement ke beliau, om pilihan pindah kewarganegaraan sudah tepat. Jangan disesali. Negara ini tidak cocok lagi untuk hidup secara demokratis. Kaum kuat secara kekuasaan menindas kaum lemah untuk terus mempertahankan kekuasaan bahkan membuat kekuasaan itu menjadi dinasti. Si om sepertinya masih belum puas dengan jawaban gw, akhirnya dia bertanya lagi. Bukan kah Pak Harto sudah turun? Gw jawab pertanyaan si om, memang Pak Harto sudah turun, tetapi mentalitas yang ditanamkan Pak Harto belum pudar. Ini yang susah untuk dihapusnya. Akhirnya kita sama-sama tertegun.

Sama keluarga gw yang di Belanda pun gw juga bercerita akan rencana gw untuk melanjutkan pendidikan di Jerman. Suami sepupu pun berkomentar, give it a try for Netherland if you give up for Deutchland. Lalu dia menunjukkan video parody America First, Netherland Second. Dukungan dari mereka yang membuat gw untuk membulatkan tekad meninggalkan tanah air bahkan sempat terlintas untuk tidak pernah kembali lagi. Bahkan jika Tuhan memberi kesempatan, dengan senang hati gw akan mengganti passport hijau ini dengan passport COKLAT yang mempunyai power untuk menggunjungi 159 negara tanpa harus apply visa sebelumnya.

Nyokap adalah benteng terakhir bagi si ikan kecil ini untuk berenang di lautan luas itu. Bendungan kokoh itu sukar untuk ditembus atau dilompati ketinggiannya. Pemikiran nyokap simple, playing victim as usual. Nyokap sudah pensiun artinya sudah memasuki masa tuanya. Seperti orang tua pada umumnya, ingin ditemani oleh anaknya. Maaf, bu. Bukan saatnya kita menjadi ikan mati. Kita harus menjadi ikan salmon yang menentang arus jaman. Karena arus jaman itu akan menggerus sisik dan kekuatan kita sedikit demi sedikit jika kita tidak melompatinya. Sampai detik ini, nyokap masih belum meruntuhkan bendungan itu supaya ikan kecil ini dapat melompatinya ke lautan luas. Apakah akan menyerah, tentu tidak. Melihat keadaan sekarang, gw semakin paham bahwa terjun ke dunia luas bukan untuk gw sendiri tapi untuk gw membuka jendela apa artinya kebebasan berdemokrasi dan apa itu artinya nurani toleransi serta menghargai hak asasi individu.

Tahapannya masih panjang untuk ditempuh, tetapi tidak perlu berkecil hati. Berkecil hati hanya akan menyurutkan nilai perjuangan. Jika banyak senggat ubur-ubur menghadang bahkan melukai diri kita, hadapi saja. Atau jika terkadang harus menghadapi arus bawah laut yang menyeret bahkan melemparkan kita kembali ke titik awal, ikuti saja arus itu. Seperti gerombolan kura-kura yang tahu kapan waktu yang tepat untuk melemparkan diri keluar dari arus itu dan justru membawa kita semakin dekat kepada tujuan.

Maaf kawan, mungkin kalian menganggap gw gagal paham atau hati nurani sudah mulai surut serta pesimis bahwa toleransi atau demokrasi sudah mati negara kita. Mungkin ada benarnya. Tetapi dengan gw pergi atau kita orang-orang pilihan itu pergi, mau menunjukkan bahwa demokrasi itu masih ada, toleransi tetap terbangun dan ibu pertiwi masih tetap di hati. Kita pulihkan dan balut luka ibu pertiwi dari luar sehingga kepedihan di dalam dapat terobati segera. Mohon restunya, ikan kecil ini untuk keluar dari terumbu karangnya dan menunjukkan bahwa dunia masih memiliki ruang untuk hak asasi.

Sungkem, berkah dalam and keep swimming..

Keep keep swimming.. keep swimming.. keep keep swimming..