Dear Pak Jokowi dan Pak Basuki,
Semoga Bapak berdua senantiasa dalam lindungan dan berkat Tuhan YME. Pak, saya adalah salah satu dari ribuan penggemar Bapak. Saya selalu mengikuti setiap perkembangan dari kebijakan dan pelaksanaan dari program kerja yang telah Bapak sampaikan melalui kampanye pencalonan gubernur dan wakil gubernur Ibukota yang kita cintai ini. Adapun salah satu hal yang menarik perhatian saya adalah penanggulangan kemacetan. Memang Pak Jokowi pernah berujar bahwa dewa sekalipun tidak akan pernah sanggup untuk mengatasi kemacetan di Jakarta. Sebenarnya tidak usah lah dewa yang harus turun tangan. Hanya tangan besi, hati lembut, dan niat tulus lah yang mampu untuk menyelesaikan kesemerawutan macet di Jakarta.
Pak, saat ini saya berada di Wina, Ibukota dari negara Austria. Kota ini tertata sangat bagus sekali. Banyak taman, bangunan kuno, sistem transportasi yang baik, jalur untuk pejalan kaki yang tertata apik, serta tersedianya jalur khusus bagi pengguna sepeda. Kapan yah kita bisa memiliki hal-hal itu di kota kita? Memang sih kita ngga bisa membandingan antara negara maju dengan keadaan negara kita. Namun alangkah lebih baiknya lagi jika kita mampu untuk mengadaptasi dari sistem mereka untuk kemudian diterapkan pada negara kita.
Kuncinya ialah pemerintahan tangan besi. Mereka harus tegas dalam mengatur penduduknya. Contoh simpelnya saja ialah budaya mengantri. Karakter ini tidak dimiliki oleh penduduk kita. Orang kita justru lebih memilih untuk mengedepankan ego masing-masing untuk sesuatu hal yang sederhana. Hal ini tercermin dari pengendara motor dan beberapa mobil pribadi yang kerap kali menyerobot dan memasuki jalur bus way ataupun kopaja AC. Padahal kunci utama dari kita mengantri adalah secara tidak sadar kita telah melatih diri kita untuk berdisiplin. Berdisiplin dalam mengatur waktu dan berdisiplin dalam hal menghormati hak orang lain.
Pak Jokowi dan Pak Basuki, Jakarta telah semerawut. Sistem tata kota sudah kacau sekali tidak seperti Wina yang telah tertata rapih. Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk, jumlah penduduk Jakarta tidaklah kalah jauh jumlahnya dengan Austria. Total penduduk di Austria menurut data bank dunia tahun 2011
sekitar sembilan juta jiwa. Sedangkan jumlah penduduk Jakarta ditahun yang sama dan sumber yang sama ada sekitar angka 10 juta jiwa. Beda satu juta jiwa sih yah. Satu juta jiwa ini saya anggap merupakan angkatan muda daerah yang baru lulus kuliah dan pendatang musiman pada saat hari raya Idul Fitri yang mencoba peruntungan untuk bekerja di Ibu kota. Alangkah lebih baiknya lagi jika saudara-saudara kita ini kembali ke daerahnya masing-masing dan menggunakan ilmu yang telah dipelajari selama di bangku kuliah untuk pengembangan daerahnya masing sehingga otak tidak semuanya menumpuk di Jakarta. Otak membutuhkan tangan untuk mengangkat benda ataupun kaki untuk berlari mengejar kereta. Banyak tangan dan kaki yang tersebar di pelbagai pelosok daerah yang membutuhkan otak untuk menggerakkan mereka.
Jakarta memang mewah, Jakarta memang menggejar mimpi. Jika di Amerika terkenal dengan semboyan American Dreams alias berusaha peruntungan untuk hidup yang lebih baik dengan pindah ke Amerika maka hal itu sama dengan Jakarta Dreams. Mencoba peruntungan hidup dengan cara pindah dari daerah masing-masing untuk bekerja dan berusaha di Jakarta supaya mendapatkan hidup yang lebih baik. Tak sadarkah mereka bahwa dengan pindah ke Jakarta tanpa memiliki kemampuan yang berlebih hanya menjadi beban dari pemerintahan yang Bapak pimpin?
Jika kita kaitkan dengan kemacetan yang terjadi di Jakarta maka kita melihat dari jumlah kendaraan yang ada dan dibandingkan dengan luas ruas jalan yang ada. Jujur selama libur Lebaran kemarin merupakan hal yang sangat membahagiakan bagi saya dan beberapa teman saya yang penduduk asli Jakarta ataupun tidak mudik ke kampung halaman masing-masing. Sangatlah lega dan cepat sekali waktu tempuh perjalanan kami karena jalanan Ibukota yang lengang karena hampir sebagian besar warganya mudik. Maaf jika hal ini menyinggung Pak Jokowi yang asli Solo. Tidak marah khan Pak? hehehe.
Pengendara sepeda motor jauh berkurang jika dibandingkan pada hari biasa. Ataupun jumlah mobil pribadi yang berseliweran juga sangat jauh berkurang. Mungkin saat mudik ini dapat kita evaluasi dan memberikan solusi bagi kemacetan Jakarta. Satu hal, jalanan di Jakarta dipenuhi dengan kendaraan roda dua. Jika mengadakan angket dengan pilihan ganda apa alasan mereka menggunakan sepeda motor sebagai alat transportasinya maka sebagian dari responden akan menjawab murah dan praktis serta tidak terlalu macet. Padahal bayangkan jika 1/3 dari jumlah pengendara motor itu beralih menggunakan alat transportasi umum, maka kemacetan akan berkurang 30%.
Mengenai alat transportasi ini, saya juga mau cerita sedikit banyak mengenai di Austria khususnya kota Wina. Rata-rata orang yang tinggal di sub urbannya memiliki mobil karena memang jarang angkutan umum yang melintasinya akan tetapi jika kita beralih ke daerah tengah kotanya maka akan kita lihat jarang sekali orang yang tinggal diperkotaan memiliki mobil karena di Wina ada jalur untuk sepeda, sub way, bus, dan trem. Dimana alat-alat transportasi tersebut menjangkau semua distrik yang ada di kota Wina. Perlu Bapak berdua ketahui juga bahwa harga mobil AUDI A3 di Austria sekitar 25,000 euro atau sekitar 350jt rupiah saja. Namun pajak yang dibebankan oleh pemerintah setempatnya cukup tinggi. Jika seseorang dengan penghasilan sekitar 3000 euro perbulan maka akan dibebankan oleh pemerintah sekitar 1000 euro per bulannya. Memang sih gede banget pajaknya. Tetapi dengan pajak sebesar itu, kita juga mendapatkan balasan dengan berbagai fasilitas seperti bebas parkir dibeberapa tempat untuk tiga jam pertama, bebas masuk jalan tol, jalanan yang bersih, sarana transportasi yang modern dan menjangkau semua daerah, dll.
Jujur Pak saya iri banget ngeliat sistem transportasi negara ini yang tertata dengan apik. Setiap kali saya melalui jalan-jalan di kota Wina ini, saya selalu berfikir alangkah indahnya jika Jakarta menjadi seperti ini. Benar-benar suatu gambaran yang ideal buat Ibukota negara. Pak, semoga dibawah pemerintahan Bapak, mimpi saya ini dapat terwujud.
Salam dari penggemar Pak Jokowi dan Pak Basuki
Selasa, 20 Agustus 2013
Banyak Anak ngga Bareng dengan Banyak Rezeki
Gw bingung ajah sih kenapa kok negara kita ngga juga jadi negara maju. Padahal dari segi modal, kita mempunyai modal terbesar dibandingkan dengan negara2 yang sudah maju saat ini. Sumber daya alam yang melimpah, kita sudah punya dan tersebar diseantero tanah air. Luas wilayah untuk menampung penduduk, kita pun juga punya. 2 juta km2 cukup khan untuk menampung penduduk 250juta jiwa. Cukup sekali lah pastinya. Asal penduduk itu tersebar merata di seluruh wilayahnya. Satu lagi modal kita, yakni sumber daya manusia. Kita punya banget. Mau dari kualitas Einstein hingga Mark Zuckerburg, kita memilikinya. Namun sayangnya pertumbuhan penduduk ini ngga dibarengi dengan pemerataan pendidikan dan kualitas hidupnya.
Gw juga inget banget kok, pas jaman Pak Harto beliau mencanangkan program KB guna untuk mengendalikan laju pertumbuhan penduduk, namun sayang program itu agak kurang berhasil karena masih ada diatas angka 1%. Maaf bukan maksud untuk menyinggung teman-teman yang sudah memilik anak, tapi yang mau saya tekankan disini ialah secara menyeluruh. Sering saya perhatikan ada beberapa manusia gerobak yang memiliki anak lebih dari satu, dimana saya yakin pendapatan beliau masih jauh lebih rendah dari UMR yang baru saja ditetapkan oleh pemerintah kita. Ditambah lagi dengan tingkat inflasi yang makin ngga jelas akhir-akhir ini yang menyebabkan harga beberapa kebutuhan pokok melonjak tajam tanpa dibarengi solusi untuk menekan laju ini dari pemerintah kita. Pasti pertanyaan besar akan muncul, mampukah beliau menyekolahkan anak-anaknya hingga jenjang pendidikan tinggi? Atau bagaimana jaminan kesehatan yang diberikan oleh orang tua itu terhadap anak2nya. Miris ajah sih melihat potret kehidupan masyarakat kita yang seperti ini. Asalkan bisa hidup sudah cukup.
Pemerintah ngga selamanya diam dan hanya berpangku tangan kepada pihak asing dalam permodalan negara ini. Mereka yang duduk dibangku panas itu sudah seharusnya memikirkan bagaimana cara menekan laju pertumbuhan penduduk dan harus menyukseskan program KB. Salah satu cara ampuh supaya program KB berhasil banget adalah mengganti tenaga manusia dg tenaga mesin atau robot. Contoh simpel : mo menggunakan bus way, ngga usah lah itu ada petugas sobek karcis atau ngga di dalam busnya ada petugas keamanan. pa lagi pak gubernur mo menerapkan rail car buat jalur bus way. atau misalnya mengganti tenaga manusia di loket karcis kereta dg mesin. toh jelas khan kita tujuannya mo kemana, tinggal pencet doank n keluar tiketnya.
Mungkin cara kedua bisa ditiru yakni dengan menerapkan pajak buat anak ke tiga dan seterusnya. Kalo di cina ada yang namanya "one child policy" dan bisa diterapkan di Indonesia bisa membantu pemerintah banget dalam mengendalikan laju pertumbuhan penduduknya. Berbeda dengan beberapa negara di eropa atau singapura yang justru mendukung pertumbuhan penduduk karena bisa dikategorikan bahwa pertumbuhan penduduk aslinya minus. tapi klo program ini diterapkan di Indonesia, bisa kebayang khan dalam waktu satu tahun berapa tingkat pertumbuhan penduduk kita. Sebaiknya sih jangan diadaptasi yah. Bukannya gw ngga mihak dg kaum marjinal juga tetapi mari kita berpikir kedepan. Apa yang bisa kita tinggalkan untuk generasi mendatang. Warisan seperti apa yang akan mereka nikmati.
Semakin banyak penduduk suatu negara tanpa dibarengi pertumbuhan ekonomi yang memadai maka semakin tinggi angka kemiskinan serta semakin tinggi pula beban pemerintah yang harus dipikul. Nah buat bapak-bapak dan ibu-ibu yang duduk dikursi panas pemerintahan, saya ucapkan selamat bekerja karena kalian dibayar untuk mengemban amanah penting ini yakni mensejahterakan rakyat dan bukan untuk menguras duit rakyat.
Salam,
Tata
Gw juga inget banget kok, pas jaman Pak Harto beliau mencanangkan program KB guna untuk mengendalikan laju pertumbuhan penduduk, namun sayang program itu agak kurang berhasil karena masih ada diatas angka 1%. Maaf bukan maksud untuk menyinggung teman-teman yang sudah memilik anak, tapi yang mau saya tekankan disini ialah secara menyeluruh. Sering saya perhatikan ada beberapa manusia gerobak yang memiliki anak lebih dari satu, dimana saya yakin pendapatan beliau masih jauh lebih rendah dari UMR yang baru saja ditetapkan oleh pemerintah kita. Ditambah lagi dengan tingkat inflasi yang makin ngga jelas akhir-akhir ini yang menyebabkan harga beberapa kebutuhan pokok melonjak tajam tanpa dibarengi solusi untuk menekan laju ini dari pemerintah kita. Pasti pertanyaan besar akan muncul, mampukah beliau menyekolahkan anak-anaknya hingga jenjang pendidikan tinggi? Atau bagaimana jaminan kesehatan yang diberikan oleh orang tua itu terhadap anak2nya. Miris ajah sih melihat potret kehidupan masyarakat kita yang seperti ini. Asalkan bisa hidup sudah cukup.
Pemerintah ngga selamanya diam dan hanya berpangku tangan kepada pihak asing dalam permodalan negara ini. Mereka yang duduk dibangku panas itu sudah seharusnya memikirkan bagaimana cara menekan laju pertumbuhan penduduk dan harus menyukseskan program KB. Salah satu cara ampuh supaya program KB berhasil banget adalah mengganti tenaga manusia dg tenaga mesin atau robot. Contoh simpel : mo menggunakan bus way, ngga usah lah itu ada petugas sobek karcis atau ngga di dalam busnya ada petugas keamanan. pa lagi pak gubernur mo menerapkan rail car buat jalur bus way. atau misalnya mengganti tenaga manusia di loket karcis kereta dg mesin. toh jelas khan kita tujuannya mo kemana, tinggal pencet doank n keluar tiketnya.
Mungkin cara kedua bisa ditiru yakni dengan menerapkan pajak buat anak ke tiga dan seterusnya. Kalo di cina ada yang namanya "one child policy" dan bisa diterapkan di Indonesia bisa membantu pemerintah banget dalam mengendalikan laju pertumbuhan penduduknya. Berbeda dengan beberapa negara di eropa atau singapura yang justru mendukung pertumbuhan penduduk karena bisa dikategorikan bahwa pertumbuhan penduduk aslinya minus. tapi klo program ini diterapkan di Indonesia, bisa kebayang khan dalam waktu satu tahun berapa tingkat pertumbuhan penduduk kita. Sebaiknya sih jangan diadaptasi yah. Bukannya gw ngga mihak dg kaum marjinal juga tetapi mari kita berpikir kedepan. Apa yang bisa kita tinggalkan untuk generasi mendatang. Warisan seperti apa yang akan mereka nikmati.
Semakin banyak penduduk suatu negara tanpa dibarengi pertumbuhan ekonomi yang memadai maka semakin tinggi angka kemiskinan serta semakin tinggi pula beban pemerintah yang harus dipikul. Nah buat bapak-bapak dan ibu-ibu yang duduk dikursi panas pemerintahan, saya ucapkan selamat bekerja karena kalian dibayar untuk mengemban amanah penting ini yakni mensejahterakan rakyat dan bukan untuk menguras duit rakyat.
Salam,
Tata
Langganan:
Postingan (Atom)