Jumat, 08 Maret 2013

Negara Under Dog : Perpindahan Expat

Hi There,

We will have up coming shipment to Jakarta and will do packing within next month. Hopefully the volume will match to 1 x 20 ctr full. Kindly be informed that during packing, we will bring some daily needs such as detergent, tooth paste, tissue, baby diapers, clothes softener, and other stuff for our stock for 1 years. Please confirm if these goods could be imported through our surface shipment and will not raise any issue during customs process. Look forward to your advise.

With best regards,
Mr. M

Membaca email dari klien diatas sudah cukup membuat saya sangat terkejut. Apakah yang menjadi tujuan dia membawa barang sebanyak itu ke dalam muatan cargonya? Apakah dia mengira bahwa di negara ini tidak ada barang-barang seperti itu? Ataukah dia berfikir bahwa negara kita yang dikategorikan sebagai negara belahan dunia ketiga sangat miskinnya sehingga akan sulit menemukan barang-barang seperti itu disini? Mungkin merk akan berbeda tetapi kualitas sama saja karena toh rata-rata produk kebutuhan sehari-hari kita sudah dikuasai oleh perusahaan-perusahaan asing besar seperti Unilever, KAO, dan Boehringer Ingelheim. Sudah pasti lisensinya tidak sembarangan kita bisa dapatkan dengan mudahnya.

Malu bagi kita untuk mengakui bahwa kita adalah satu negara "under dog" atau negara yang tidak mendapat posisi apa-apa di mata dunia international. Akan tetapi itulah fakta yang harus kita hadapi karena pemerintah kita hanya mendapatkan posisi tawar terendah bahkan dari negara tetangga seperi Malaysia dan Singapore. Tetapi anehnya Pak Presiden kita, membangga-banggakan rakyatnya dengan bualan-bualan bahwa kita sudah memberikan kontribusi besar dengan perubahan kebijakan politik dunia. Salah satunya dengan memberikan suara pada sidang dewan keamanan PBB mengenai status negara Palestina supaya diakui oleh dunia internasional. Jika memang kontribusi itu besar dampaknya terhadap Indonesia, mengapa hanya 34 negara yang mendapatkan "visa on arrival" untuk negara-negara dalam Uni Emirates Arab atau mengapakah kita masih harus "apply" visa kunjungan untuk negara-negara persemakmuran?

Kelemahan kita tidak hanya di dunia internasional saja, akan tetapi di negeri sendiri pun kita diinjak-injak oleh kekuatan asing. Mungkin kita semua masih tidak menyangka bahwa tempe yang notabene makanan asli Indonesia, bahan baku kedelainya menggunakan kedelai impor dari Amerika untuk dihasilkan tempe dengan kualitas bagus, ataupun kita negara agraris yang menggantungkan pendapatan utama dari sektor pertanian tetapi kita masih mengimpor beras dari Thailand dan Vietnam. Bahkan sektor-sektor pertambangan kita mulai dari minyak bumi hingga batubara di kuasai oleh perusahaan-perusahaan tambang asing dengan alasan bahwa kita tidak mempunyai teknologi untuk menambang. Sadarkah para pemimpin kita itu bahwa sebagian besar insinyur-insinyur kita di bayar mahal di luar negeri dan kepintaran mereka dibayar mahal untuk menggembangkan negara-negara maju itu?

Bangsa kita terkadang muluk-muluk dengan segala keinginan akan pemimpin yang sempurna. Presiden Iran, Ahmadinejad ataupun Presiden Venezuela, Hugo Chavez memang patut kita acungi jempol atas keberaniannya dalam menentang kebijakan Amerika dan mereka lebih memilih menasionalisasikan semua perusahaan minyak asing yang di negaranya sehingga Amerika menjatuhkan embargo atas dua negara tersebut. Iran dan Venezuela adalah dua contoh negara yang beruntung karena memiliki pemimpin cerdas dan berani untuk membela kepentingan rakyatnya. Yang dibutuhkan oleh kita ialah pemerintahan yang sehat, birokrasi bebas dari praktek korupsi, dan negara yang berdaulat untuk membawa kita keluar dari perangkap negara berkembang.

Akhir kata sebagai generasi penerus negara "under dog" apakah kita malu mau mengakui identitas kita sebagai warga negara Indonesia ataukah dengan lantangnya kita menjawab tantangan dunia, kita memang mewarisi sifat kepemimpinan "under dog" tetapi ditangan kita perubahan menjadi negara maju akan terwujud.

Cheers,
Tata Gitamara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

What i said :