Jumat, 18 April 2014

Dinda, Busway vs Ibu Hamil

Hallo Fellas,

Eh si Dinda masih ajah dibahas yah walaupun yang bersangkutan udah minta maaf. Tapi cukup ngga sih permintaan maaf dari Dinda untuk mengubah pola pikir dan tingkah laku pengguna commuter line? Well postingan Dinda ini ingetin gw juga sama kejadian di busway tahun 2007 lalu. Saat gw masih jadi anak magang di daerah Sunter. Gw berangkat pagi naik bus PPD, pulangnya selalu naik busway. Buat sampe ke rumah, gw harus transit 2x. Pertama naik dari Halte Cempaka Mas, trus turun di Harmoni. Dari Harmoni nyambung lagi ke Dukuh Atas dua trus ke arah halte Jatipadang atau Pejaten. Lumayun makan waktu sih sekitar 2,5 jam. Kalau naik PPD pulang, bisa makan waktu sekitar 3,5 jam.

Kejadian yang mao gw ceritakan soal ibu hamil adalah kejadian saat di halte Dukuh Atas 2. Tau sendiri dunks tuh halte busway panjangnya udah kaya ular yang melingkar. Untuk halte transit ke arah Pulo Gadung dan Ragunan, ruangannya cukup sempit dan kadang ngga mampu nampung penumpang yang ada. Penumpang pas jam-jam sibuk pulang kantor ngantrinya bisa sampe ke atas terowongan arah Kota BNI. Memang disediakan kursi untuk yang mengantri khususnya untuk ibu hamil dan yang membutuhkan (bawa anak dan penyandang cacat). Akan tetapi jumlah kursi yang tersedia pun tidak memadai ditambah lagi jadwal kedatangan bus pada saat itu mungkin jauh lebih lama dibandingkan sekarang. Serta untuk ketiga kategori penumpang tersebut dibedakan juga pintu antriannya. Mungkin gw rada egois yah saat itu, karena gw antri di tempat untuk kategori tiga itu. Tapi kalau gw ngga ada disitu, gw ngga akan bisa share kejadian ini.

Jujur sebenernya kejadian ini pengen banget gw lupain, yah berhubung si Dinda udah buka front duluan akhirnya gw korek lagi memori gw di tahun 2007 ini. Gw lupa pastinya ada berapa ibu hamil yang ikut antri dan mereka berdiri. Usia kandungan mereka pun macam, mungkin yang paling tua sekitar 32 minggu atau sekitar 8 bulan dan yang paling muda sekitar 3 - 4 bulan. Gw sih perkiraan ajah dengan ngeliat muncung perutnya mereka. Bus datangnya cukup lama, sekitar 1 jam antri bus yang lewat mungkin hanya 4 -5 bus. Karena emang waktunya bertepatan juga dengan waktu istirahat shift mereka dan pengisian BBM. Ada satu ibu yang hamilnya udah sekitar 7 - 8 bulan, tiba-tiba dia hampir pingsan dan pendarahan. Sebelumnya si ibu ditawari oleh duduk tapi dia menolaknya karena ingin antri dan cepat sampai ke rumahnya. Gw sadar kok kalau kondisi ibu hamil itu beda dengan wanita normal dan mereka memang pantas mendapat perlakuan khusus karena ada dua nyawa yang dipertaruhkan. Nyawa si ibu dan nyawa si janin.

Si ibu hamil ini ngaku, dia sudah ada di halte bus way sekitar 2 jam dan untuk 1,5 jam dia sudah berdiri mengantri. Mak, ini mah bener2 membahayakan dua-duanya. Walaupun mau cepet sampai rumah, menghemat ongkos, setidaknya pikirkan juga keselamatan kalian berdua. Setelah orang-orang heboh akan kejadian pendarahan itu, dia cepet-cepet mendapat pertolongan. Gw ngga tau yah dilarikan kemana. Tapi memang inilah yang terjadi. Seandainya saja penyebaran sosial media saat itu sama seperti sekarang. Mungkin moral pengguna angkutan dan pemerintah bisa diselamatkan dari tahun 2007.

Jadi sebelum si Dinda metik pelajaran untuk menyediakan tempat duduk prioritas bagi ibu hamil, gw sudah menarik pelajaran duluan dengan kejadian pendarahan ibu hamil 2007 di halte busway Dukuh Atas 2. Jadi untuk ibu-ibu yang sedang mengandung, jangan bahayakan keselamatan nyawa kalian dan bayi dalam kandungan. Kalian memang berhak atas tempat duduk prioritas itu. Dimanapun itu angkutan yang digunakan. Apalagi setelah membaca beberapa blog yang menjelaskan keadaan tubuh wanita saat mengandung, gw paham banget ada beberapa perubahan drastis yang terjadi.

Kalau gw mau membandingkan antara commuter line dan busway, keadaan di busway pun lebih memprihatinkan dibandingkan dengan commuter line. Halte busway yang harus melalui jembatan penyebrangan besi itu sudah mulai rapuh disana sini. Bahkan sambungannya sudah ada yang hampir copot dan copot beneran. Kondisi penumpang dalam bus, jauh lebih padat dibandingkan commuter line. Armada bus, sudah tua bahkan kalau AC sudah tidak dingin tidak ada sirkulasi udara dari luar. Ongkos memang murah hanya 3,500 rupiah dan sekarang bisa integrasi dengan kopaja AC. Tapi apakah ini pengorbanan yang harus dilakukan oleh pengguna angkutan umum untuk mendapatkan sarana yang layak?

In the end, gw cuma mau ngucapin terima kasih buat Dinda Kusumadewi yang sudah memblow-up kasus ini. Karena kamu udah ngajarin ke kita sikap empati dan menggunakan angkutan umum dengan bijak. Tidak usah menyembunyikan diri karena cibiran yang diterima, karena itu adalah ungkapan terima kasih kami yang tidak terima atas sindirian kamu. Terus berkarya melalui sosial media yah, Din.

Cheers,
~T

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

What i said :