Tulisan ini bagian dari uneg-uneg selama menggunakan jasa commuter line kurun waktu 3 bulan terakhir. Miris sih baca moment pathnya si Dinda. Gw ngehina-hina orang gendut ngga ada yang capture status gw tuh so far. So kenapa ambil pusing sih, khan hati nurani udah mati. Tapi urusan gini malah dibikin heboh.
Buat Dinda : ngga hanya loe ajah kok yang kesel pas naek kereta commuter line. Gw sebagai sesama pengguna commuter line juga kesel. Apalagi sama orang-orang yang emang mau enaknya sendiri. Terutama ngga mau ngertiin keadaan kaya udah tau kereta penuh tapi dia maksa masuk. Gw pribadi pernah ngemeng ke orang itu, loe masuk gw keplak. Di dalam udah kaya ikan pepes, lo maksa masuk. Loe punya hak, yang di dalam juga punya hak. Atau ngga, pernah gw liat yang kedua kalinya ada orang tuna netra naik kereta dari stasiun Pas Ming dia mau ke Manggarai, naik di gerbong khusus perempuan. Gw sempet kesel karena orang-orang pada cuek, Akhirnya gw beraniin diri buat bilang, tolong kasih duduk ini ada yang tuna netra. Karena kebetulan gw juga lagi berdiri saat itu. Beberapa orang ngga ada yang berdiri akhirnya si ibu tuna netra itu tetep berdiri dan orang-orang segerbong juga ngga ngeh. Yang ada si ibu tuna netra itu malah di dorong sana sini. Dia harus ngalah sama kita-kita yang dikaruniai tubuh lengkap ini dan cacat hati nurani.
Ini emang potret kehidupan pengguna commuter line khususnya gerbong cewe. Justru lebih rada manusiawi di gerbong campur. Walopun kesel, at least para bapak-bapak akan kasih tempat duduknya kalau memang itu untuk lanjut usia, ibu hamil, atau penyandang cacat. Jujur hati nurani sudah mati di gerbong khusus cewe. Terlebih lagi cewe akan lebih maksa buat masuk ke dalam kereta, walaupun tuh udah padat dan kadang harus mengorbankan tas kejepit dulu baru pintu bisa ditutup ataupun kaki keinjek karena pemaksaan itu.
Di satu sisi gw ngga nyalahin loe, mungkin ini suatu peringatan juga buat pemerintah kita dalam menyediakan sarana transportasi massal yang layak. Malu lah sebagai bangsa yang bilangnya mulai maju dan berkembang tapi sistem angkutan massal kita jauh tertinggal dari negara-negara yang nyatanya jauh under dog dari kita. khususnya ibu kota, ini bukan gambaran ibu kota yang ideal. Modern dan tertata apik mungkin dua kata ini tidak ada di Jakarta. Semua orang sudah terlanjur mematikan hati nuraninya masing-masing karena tergerus dengan arus modern yang salah kaprah.
Dinda dan buat para pengguna commuter line, kalau memang masih merasa dirinya manusia yang punya hati nurani jika ada orang-orang yang membutuhkan tempat duduk kasih lah. Tidak peduli walopun kita harus bangun pagi untuk berangkat ke kantor ataupun harus naik beberapa kali angkutan untuk mencapai stasiun kereta. Justru kita harus bangga karena punya badan yang kuat dan sehat untuk ngebantu sesama. Ini sih sekedar sharing ajah pengalaman gw dalam naik commuter line. Mungkin kalau ada yang punya pengalaman lebih heboh dari Dinda atau saya mau komen, silahkan.
Cheers
~T
Cheers
~T
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
What i said :