Selasa, 14 Juni 2016

Negara Under Dog : Malu Aku Jadi Orang Indonesia

Hi Fellas,

Malu, itu adalah kata pertama yang terlintas di otak gw pas pertama kali menjejakkan kaki di benua biru, Eropa. Gw malu karena gw datang dari negara under dog dimana rakyatnya dibodoh-bodohi oleh pemerintahnya sendiri. Sedih juga sih karena hampir 32 tahun rezim Pak Harto berkuasa bukannya membawa kita ke arah pemerintahan postif yang dapat memajukan rakyat tetapi kearah pembodohan terselubung. Seandainya Pak Harto masih hidup dan beliau berkata, "Enak toh pas jaman ku?", gw dengan lantang akan menjawab, Pak jaman bapak memang enak, tapi enak buat keluarga bapak bukan buat rakyat.

Sepanjang jalan dari Singapura ke Wina, gw milih duduk dekat dengan jendela pesawat karena gw bisa ngeliat dengan jelas pemandangan yang ada dibawah dan otak gw mulai berteori. Teori pertama yang muncul adalah soal negara Arab. Saat Tuhan menciptakan negara-negara Arab, Tuhan memberikan sumber minyak yang melimpah sehingga rakyatnya hidup berkecukupan dari hasil minyak bumi ini. Akan tetapi Tuhan menempatkan mereka di gurun pasir tandus yang tidak dapat ditumbuhi oleh tanaman penganan oleh sebab itu mereka menjual hasil minyak mereka ke negara kita supaya mendapat bahan makanan. Teori kedua yang muncul adalah soal negara-negara di Eropa. Tuhan menciptakan negara-negara dengan banyak kelebihan diantaranya penduduknya yang maju, sistem pemerintahan yang baik, dan pemandangan alam yang indah supaya dapat menarik minat turis untuk mengunjunginya. Akan tetapi Tuhan menempatkan empat musim di benua ini sehingga orang-orang Eropa tetap membutuhkan kita untuk bahan makanan dan sumber daya manusia untuk mengerjakan pekerjaan kasar. Nah kalau gw liat Indonesia, saat Tuhan menciptakannya Tuhan memberikan segala kelebihan buat negara kita, pemandangan alam yang indah yang ngga kalah dengan benua eropa, penduduk yang ramah dan saling tolong, sumber daya mineral yang ngga kalah dengan negara-negara Arab namun sayang Tuhan melupakan satu hal yakni memberikan pemerintahan yang pintar. Oleh sebab itu kita susah untuk menjadi negara maju akibat warisan bodoh selama 32 tahun pemerintahan.

Ngeliat negara kita, gw juga ngga berharap banyak sih karena orang Indonesia kerap terperangkap dengan euforia sesaat tanpa pernah memikirkan efek jangka panjangnya. Pesta rakyat kita yang diadakan setiap 5 tahun sekali. Spanduk dipasang dimana2 sehingga membuat kotor jalan, pembagian kaos hingga suvenir partai dengan nama calon masing2 ataupun mengadakan panggung terbuka dengan mengundang artis dangdut seksi yang juga mengundang birahi. Apalah gunanya itu semua. Sekarang sudah jaman digital dan rakyat kita juga ngga buta internet. Sampaikan lah itu semua melalui media-media social serta pesan-pesan yang bisa memilih sodara dengan sukarela.Mau sampai kapan sih kita terperangkap dengan sistem pembodohan seperti ini?

Maaf mungkin sindiran saya terlalu keras untuk anda mengerti dan mungkin anda tidak terima atau enggan mengakui kebodohan kita. Tetapi inilah yang terjadi di Indonesia. Kita bodoh tapi ngga mau dibilang bodoh. Otak kita sudah terdoktrin dengan sangat sempurna oleh pemerintahan era Orde Baru dan masa peralihan Reformasi. Di saat negara-negara lain sudah memiliki sistem transportasi darat yang mampu menghubungkan berbagai aspek, kita di Jakarta baru saja mau membangun MRT serta menerapkan sistem ERP (Electronic Road Pricing). Sudah telat kah semua kebijakan ini? Hal ini semua tergantung bagaimana kita menyikapinya. Kota gw, Jakarta sudah penuh sesak dengan kendaraan bermotor ditambah lagi dengan bermunculannya moda transportasi dengan applikasi, dimana orang berbondong-bondong untuk mengikuti mata pencaharian ini dengan menambah volume kendaraan di jalanan. Ironi banget sih ngeliatnya, pihak itu kita teriak-teriak macet dan polusi tetapi di pihak anu kita males menggunakan moda transportasi umum yang disediakan oleh pemerintah dan lebih memilih untuk menggunakan kendaraan pribadi. Serta di tangan pemerintah pusat kok malah jor-joran dalam segi industri otomotif dalam negeri yah.

Pertanyaan akhirnya, kapan kah kita harus tetap terlena dengan semua kebodohan ini? Applikasi transportasi mempermudah tetapi menambah jumlah kendaraan. Tidak menggunakan hak suara saat pemilihan umum karena tidak percaya kepada calon tertentu. Ngga mau ditertibkan karena ngerasa sudah nyaman padahal lingkungan kumuh. Enggan menuntut ilmu bahkan nilai diperjualbelikan karena merasa sudah mengeluarkan biaya besar untuk bersekolah. Nuntut kenaikan upah tapi tidak sadar akan kemampuan diri. Mental sudah cukup tanpa mau mengembangkan diri. Kemajuan tehnologi tidak dibarengi dengan kemajuan pola pikir dan disiplin diri.

Tong kosong memang nyaring bunyinya, daripada tong itu kosong lebih baik lapisi dengan kulit kambing yang telah di samak untuk dijadikan bedug yang menghasilkan bunyi nyaring penghantar doa dan pujian.

Salam dari saya yang tidak mau malu lagi..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

What i said :