Aduh.. time line hari Minggu napa masih dipenuhi sama persoalan lama sih. Coba cek terminologinya dan coba cek dapet berapa dulu pelajaran Bahasa Indonesianya. Pelajaran Bahasa Indonesia itu sebenernya gampang2 susah kalau dibandingin sama bahasa lainnya. Bayangin aja kalian belajar bahasa Prancis dimana ada kata2 tertentu untuk menegaskan feminin dan masulinitas atau bahasa Inggris yang harus tepat penggunaan grammarnya supaya kita tau kapan waktu kejadian berlangsung ataupun bahasa Jepang yang menunjukkan hirarki kepada siapa kita bertutur. Tapi karena saking mudahnya Bahasa Indonesia ini yang menjadi alat untuk memutarbalikan suatu perkara atau kejadian.
Ibarat pedang bermata dua gitu lah peribahasanya. Bisa menjadi pemersatu dan juga pemecah belah. Dari kawan menjadi lawan dan lawan menjadi kawan. Jadi daripada repot dengan urusan luar sana yang ngejelimet kaya mecahin kode teori konspirasi 911 mending move on dari 411. Suara sudah digaungkan, dan pemerintah pun sudah mengeluarkan statement. Proses hukum pun juga tetap dijalankan. Jadi apalagi yang kurang? Bukan kah negara ini negara hukum dan kita masih berpijak di dalamnya. Ngga ada salahnya khan mengikuti setiap proses hukum yang berlaku? Jika memang bertentangan dengan hati nurani, yah cari lah negara yang dasar hukumnya seiring sejalan dengan hati nurani itu. Eits jangan lupa yah ikutin proses naturalisasinya juga loh. Ngga serta merta ideologi itu sesuai dengan pandangan kita lantas kita langsung diterima menjadi warga negaranya. Masuk ke rumah tetangga ajah ngucap salam dan ketok pintu, apalagi pindah kewarganegaraan.
Penjajahan Kuno Pemecah Belah Bangsa
Just pendapat pribadi gw, Indonesia butuh warga negara yang paham akan historical back groundnya yang sesuai dengan ideologi pembentukannya. Bagaimana bangsa ini terpuruk hingga mulai merangkak seperti sekarang ini. Mungkin perlu di refresh lagi dan silahkan koreksi jika tulisan ini salah. Lebih dari 365 tahun bangsa Indonesia dijajah oleh Belanda dengan penjajahan kuno. Taktik yang dipakai pun hanya memecah belah suatu wilayah. Misalnya, jika Belanda hendak menguasai rempah2 di Maluku, maka diliatlah oleh Belanda bagaimana peta kekuatan politik yang ada di Maluku. Jika ada 2 kesultanan di Maluku, maka disini lah politik devide et empera itu dijalankan. Bahasa gampangnya jika ngga suka sama tetangga sebelah rumah sebar gosip ajah paling tuh dua orang berantem dan kita tinggal ambil keuntungan dari itu. Masih ngga paham lagi, gw kasih contoh dari sinetron yang ada. Si A ngga suka sama si B karena si B dalam hal finansial lebih dari si A ditambah lagi si B punya pasangan yang ganteng dan kebetulan si C suka sama pasangan itu. Nah si C tau klo si A ngga suka sama si B dan si C deketin si A dan menyebarkan berita kurang mengenakan alias fitnah yang pelakunya adalah si B. Lalu si C juga melakukan hal yang sama kepada si B dengan pelaku tentu saja si A. Jika masing2 individu itu bersitegang maka si C lah yang menikmati keuntungannya. Bisa jadi pasangan si B direbut si C dengan cara halus tanpa si B mengetahuinya.
Lalu datanglah bangsa Jepang yang mengaku saudara tua karena sebagai sesama asia. Padahal kekejamannya sesungguhnya terjadi. Awalnya kita mengira bahwa Jepang sebagai "Pasukan Perdamaian" yang akan membantu perjuangan bangsa kita dalam mengusir penjajahan Belanda. Emang bener sih Belada dipukul mundur oleh Jepang, karena Jepang mempunyai misi terselubung untuk menguasai Asia dan melawan Amerika. Sekali lagi kita kena tipu oleh penjajahan lama. Malah penyiksaan jaman Jepang lebih sadis daripada jaman Belanda. Jepang membentuk beberapa organisasi yang tujuannya untuk memuluskan rencana mereka dalam menyerang sekutu. Bahkan sistem kerja rodi Jepang masih menjadi bahan guyonan kita sampai sekarang.
Hingga akhirnya hari bersejarah itu dicanangkan oleh Proklamator kita, Soekarno-Hatta. Di Jl. Pegangsaan No. 54 itu lah kita menyatakan kepada dunia bahwa kita adalah bangsa yang merdeka dan dunia harus mengakui bahwa Indonesia satu tidak terpecah belah.
Apakah kita mau keadaan jaman penjajahan terulang lagi? Sudahkah kita perhitungkan untung ruginya jika hal ini terulang lagi? Tidak kah kita belajar dari kasus saudara2 kita yang berada di daerah konflik, mungkin jika boleh memilih mereka tentu tidak mau ada di kondisi seperti itu. Jadi segala sesuatunya kalau sudah berhubungan dengan sikap berbangsa dan bernegara diperlukan kebesaran hati kita sebagai warganya yang masih mengakui ideologi yang sama. Ingatkah akan sumpah yang diucapkan pada 28 Oct 1928 itu? Apakah sumpah itu sudah tidak berlaku lagi saat ini? Bukan kah semasa kita sekolah dulu setiap tanggal tersebut, sumpah yang sama selalu kita ucapkan?
Tulisan ini tidak harus dibesar2kan. Saya hanya menyampaikan pendapat saja dan tidak mengharapkan reaksi apa2. Mumpung hari Minggu waktunya panjang untuk merenung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
What i said :